Jakarta – Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Danang Tri Hartono, mengatakan bahwa deposit atau uang jaminan dalam rekening masyarakat untuk judi daring mencapai Rp43 triliun hingga kuartal III 2024.

Saat menjadi pembicara dalam diskusi publik bertema “Korupsi dan Kejahatan Siber: Membedah skema penipuan dan judi daring”, ia mengungkapkan deposit masyarakat untuk kegiatan ilegal itu terus meningkat sejak 2023, yakni sebanyak Rp34 triliun sehingga kondisi itu dinilai sangat memprihatinkan.

“Kami cermati bahwa deposit masyarakat ke perjudian daring pada 2023 sebanyak Rp34 triliun, lalu tahun 2024 sampai kuartal III itu mencapai Rp43 triliun, jadi bisa dibayangkan 10 atau 20 persen dipakai untuk operasional, sisanya berapa? Rp30 triliun lebih?” Kata Danang dalam diskusi yang disiarkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) secara daring dan dipantau ANTARA di Jakarta, Jumat.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, transaksi dari perjudian daring bisa dialihkan ke mata uang kripto, sehingga aktivitas ilegal itu semakin sulit dibendung transaksinya.

“Jadi, kripto ini bukan untuk trading tetapi memfasilitasi transaksi yang sebagiannya adalah transaksi dari tindak pidana termasuk judi daring, jadi jumlah uang triliunan itu kami prediksi dialihkan ke kripto,” ujar dia.

Danang mengakui bahwa memang cukup sulit untuk memberantas tindak pidana itu.

Sebab, masyarakat masih banyak yang tergiur untuk meraup uang yang banyak dalam waktu singkat, walaupun sudah terbukti kalah berulang kali.

“Sulit diberantas dan menyedihkan, bisa dilihat dia marah-marah, frustasi, pengumpat, tapi tetap deposit, 80 persen masyarakat yang berpenghasilan rendah, mengenaskan,” kata dia saat menceritakan curhatan salah seorang masyarakat yang bermain judi daring.

Dia menjelaskan, bila ingin memberantas judi daring, maka dibutuhkan keterlibatan semua pihak dan tidak hanya Pemerintah Indonesia semata, karena angka deposit pemain judi daring sudah sangat tinggi.

Hal itu membuat negara semakin sulit untuk membumihanguskan tindak pidana tersebut.